ANTAREJA TAKON BAPA / SUMBADRA LARUNG
Antareja adalah
putera Werkudara dengan Dewi Nagagini puteri Batara Antaboga. Kini usia
Antareja sudah cukup dewasa. Ia ingin mengabdi pada sudarmanya,ia ingin
mengabdi pada ayahnya. Antareja berpamitan pada kakek dan Ibunya. Untuk menemui ayahnya di Indraprasta (Amarta).
Kakeknya membekali Air Prawitasari atau air kehidupan serta Aji
Kawastraman.Sementara itu di taman Maduganda Kesatrian Madukara Dewi
Wara Sembadra kedatangan tamu yang tak diundang. Buriswara putera Prabu
Salya dari Mandaraka, tiba tiba saja sudah masuk di taman. Dewi Wara
Sembadra, kaget sekali, apalagi , Dewi Wara Srikandi yang menjaga
keselamatan para Istri Arjuna tidak ditempat. Dewi Wara Sembadra terus
saja dirayu oleh Memang Burisrawa. sejak dahulu, sebelum Arjuna
memperistri Dewi Wara Sembadra, Buriswara sudah mencintainya.
Sampai dengan hari ini pun masih mencintai. Buriswara makin lama makin
kasar pada Dewi Wara Sembadra, Wara Sembadra tidak mau menanggapi. Wara
Sembadra tidak mau melayani kemauan Buriswara, Ia lebih baik mati
daripada tidak bisa mempertahankan kesucian wanitanya. Burisrawa menjadi
brutal ,Buriswara mengeluarkan pusaka untuk menakut nakuti Dewi Wara
Sembadra. Namun Dewi Wara Sembadra malah menu bruk keris itu, hingga
tewas. Dewi Wara Sembadra terbunuh oleh Burisrawa.
Mengetahui
Dewi Sembadra telah mati, Burisrawa menjadi ketakutan, ia segera
bersembunyi di balik tanaman bunga yang gelap, ketika ada seseorang yang
mendatangi tempat itu. Dewi Wara Srikandi mengetahui kematian Sembadra
menjadi marah, ia mengejar pembunuhnya, karena gelap,ia tidak melihat
dengan jelas, ada bayangan orang di dekat gerumbulan tanaman,Srikandi
mengira mengira apakah ini patih Sucitra, dijawab oleh orang itu, ya,
betul saya patih Sucitra, Srikandi terus berkata. Kok suaranya seperti
Patih Surata, dan mendengar suara itu, juga orang itu membetulkan,
kalau ia Patih Surata. Yakinlah Dewi Srikandi kalau ini orang luar yang
baru saja membunuh Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Srikandi mengejar,
bayangan orang tadi, dan berteriak ada maling, tetapi malingnya telah
melompat pagar taman dan melarikan diri. Dewi Wara Srikandi segera
memberitahukan kejadian ini kepada Arjuna dan keluarga semua.
Prabu Kresna meminta agar dapat mengetahui siapa pembunuhnya, maka Dewi
Wara Sembadra harus dilarung di sungai. Dewi Wara Sembadara dilarung di
sungai Yamuna. Gatutkaca ditugaskan Prabu Kresna untuk mengawasi
keberadaan Dew Wara Sembadra.
Sementara itu Antareja yang
sedang melakukan perjalanan lewat jalan dalam tanah, telah muncul di
tengah sungai Yamuna. Sesampai diatas permukaan air, ia melihat jasad
seseorang yang dilarung di sungai itu. Antareja bermaksud akan
menghidupkan kembali orang tersebut. Ia segera mendekati jasad Dewi Wara
Sembadra, Gatutkaca melihat ada seseorang yang menghampiri jasad Dewi
Wara Sembadra, maka Gatutkaca segera menyerangnya dan terjadilah
perkelahian.
Batara Narada datang memberitahu kalau keduanya
masih bersaudara.Keduanya putera Werkudara. Oleh Antareja. wajah Dewi
Wara Sembadra diperciki dengan air Prawitasari, Dengan kehendak Dewa,
maka Dewi Wara Sembadara siuman kembali. Para keluarga senang melihat
Dewi Wara Sembadra bangun kembali. Setelah siuman Dewi Wara Sembadra
menceriterakan apa sebenarnya yang telah terjadi, hingga ia tewas.
Antareja merasa geram, ia ingin membalas kejahatan Buriswara.
Dengan bekal pusaka kakeknya, Aji Kawastrawam, Antasena berubah menjadi
Dewi Wara Sembadra. Iapun pergi ke kediaman Buriswara di Kerajaan
Bahlika.. Dewi Wara Sembadra palsu ingin membersihkan rambut gimbal
Burisrawa yang penuh kutu. Buriswara senang sekali ketika Dewi Wara
Sembadra memberi perhatian padanya.Buriswara akan memberi hadiah kalau
Dewi Wara Sembadra dapat kutu tiga, Buriswara dapat sotho, kalau dapat
sembilan Buriswara dapat jotos, dari Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara
Sembadra palsu mendapat sembilan kutu, maka Dewi Wara Sembadra pun
menjotos Buriswara, sehingga jatuh terlentang. Buriswara terkejut karena
jotosannya seperti jotosan laki laki.
Setelah melirik
kebelakang tahulah kalau yang ada dibelakangnya bukan Dewi Wara Sembadra
tetapi seorang laki laki yang mirip Gatutkaca.Maka terjadilah
perkelahian antara Buriswara dan Antasena. Buriswara melarikan diri
ketakutan, dan Antarejapun kembali ke Indraprasta. Antareja Kemudian
mence ritakankan segala sesuatunya pada ayahnya, Werkudara dan saudara
saudara Para Pandawa. Antareja bahagia bisa bertemu dengan ayah dan para
Keluarga Pandawa.
http://caritawayang.blogspot.com
Lagu Dolanan
Kamis, 09 Januari 2014
cerita wayang
Kangsa Lahir
Raja Darmaji berusaha mencari mahkota Bathara Rama, lalu pergi ke kerajaan Dwarawati. Ketika raja Darmaji datang, raja Dwarawati, Ditya Kresna sedang dihadap oleh Patih Muksamuka, Murkabumi, Muksala, Karungkala dan Gelapsara. Ditya Kresna menyapa dan bertanya maksud kedatangan Darmaji. Raja Darmaji meminta mahkota Bathara Rama yang dipakai Ditya Kresna. Namun Ditya Kresna tidak mau memberikannya, maka terjadilah perkelahian. Raja Darmaji mati karena digigit, dan putus perutnya.
Angsawati, isteri pertama Basudewa, cemburu akibat kehadiran Ugraini dan Badraini. Ia berusaha membunuh mereka namun gagal. Pada suatu malam Angsawati bertemu dengan raja Gorawangsa yang menyamar sebagai raja Basudewa. Angsawati tidak mengira bahwa yang dijumpainya adalah Basudewa palsu. Namun Angsawati menyambut dengan senang hati. Pertemuan Angsawati dengan Basudewa palsu berkepanjangan, akhirnya Angsawati hamil. Raja Basudewa sungguhan tidak mengetahui hal itu. Ia tidak mengerti bahwa isterinya hamil karena Gorawangsa. Pada bulan ketujuh, raja hendak mengadakan selamatan. Sang raja dan para pegawai istana hendak berburu ke hutan. Basusena bertugas menunggu kerajaan.
Pada suatu malam Basusena berkeliling di istana. Waktu tiba di tempat tinggal Angsawati ia mendengar suara tamu pria di kamar. Setelah dilihat, nampak bahwa pria dalam kamar itu adalah Basudewa. Setelah Basusena lama memandang, Basudewa nampak seperti raksasa. Basudewa palsu diserang, terjadilah perkelahian. Basusena mengenakan senjata, lalu Basudewa palsu berubah menjadi Gorawangsa. Raksasa Gorawangsa lari kembali ke negara Jadingkik.
Basusena kembali ke hutan, melapor peristiwa yang terjadi di istana. Dikatakannya, Angsawati berbuat serong dengan raksasa. Raja Basudewa marah, Basusena disuruh membawa Angsawati ke hutan, untuk kemudian membunuh dan mengambil hatinya. Bila hati Angsawati berbau busuk berarti bayi dalam kandungan bukan anaknya, sedangkan bila berbau harum berarti bayi itu anak Basudewa.
Basusena menjalankan perintah raja Basudewa. Angsawati dibawa ke tengah hutan dan dibunuhnya. Hatinya diambil, dan setelah dicium ternyata berbau busuk. Basusena membawa hati itu kepada sang raja. Karena hati tersebut berbau busuk, raja percaya bahwa bayi dalam kandungan bukanlah anaknya.
Bathara Wisnu, Dewi Sri dan Bathara Basuki mengelilingi dunia guna mencari titisan raja Watugunung. Diketahuinya, raja Gorawangsa adalah titisan raja Watugunung. Maka Bathara Wisnu meminta Bathara Basuki agar menitis kepada raja Basudewa, untuk mengalahkan raja Gorawangsa. Bathara Wisnu kembali ke kahyangan. Kepada Bathara Guru, ia minta ijin untuk menitis ke dunia, untuk membunuh titisan raja Watugunung. Bathara Guru memberi ijin, dan memberi tugas kepada Bathara Wisnu untuk mengadu ayah melawan anak, mengadu sesama saudara. Namun Bathara Wisnu tidak boleh ikut berperang, hanya diperkenankan terlibat dalam pembicaraan.
Bathara Wisnu menerima tugas tersebut tetapi mengajukan permintaan. Permintaan itu ialah bagi mereka yang bermusuhan supaya diperkenankan naik ke surga, supaya dirinya diperkenankan duduk di dua belah pihak, dan supaya disertai Bathara Basuki untuk bersama menitis ke dunia. Bathara Guru mengabulkan permintaan tersebut, lalu menyuruh Bathara Narada agar keberanian Wisnu dijelmakan kepada Arjuna. Sedang Bathara Wisnu diminta menjelma menjadi putra Basudewa.
Bathara Wisnu turun ke dunia bersama Dewi Sri. Senjata Cakranya dititipkan kepada awan yang dijaga dua dewa. Bathara Wisnu berpesan, bahwa senjata itu hanya boleh diambil Narayana. Selain Nayarana, tidak seorang pun berhak mengambilnya.
Raja Basudewa telah mempunyai putra. Ugraini telah melahirkan anak laki-laki berkulit putih, titisan Bathara Basuki. Anak itu diberi nama Kakrasana. Bathara Wisnu dan Dewi Sri merasuk ke jiwa raja Basudewa. Saat mereka merasuk, Basudewa bermimpi melihat matahari dan bulan. Matahari dan bulan itu kemudian bersatu.
Anak Angsawati yang dibawa raja Gorawangsa diberi nama Kangsa. Setelah dewasa Kangsa menanyakan, siapa ibunya. Gorawangsa menjelaskan bahwa ibunya bernama Angsawati, isteri Basudewa raja Mandura. Tetapi ibunya telah meninggal dunia, dibunuh oleh Basusena atas perintah raja Basudewa. Mendengar penjelasan Gorawangsa itu Kangsa ingin membalas kematian ibunya. Gorawangsa berpesan agar Kangsa menemui pamannya yang bernama Arya Prabu, adik Angsawati. Kangsa meninggalkan Jadingkik menuju ke Mandura.
Di Mandura Kangsa menemui Arya Prabu, lalu menyampaikan maksud kedatangannya. Arya Prabu berjanji akan membantunya. Mereka berdua menghadap raja Basudewa yang sedang dihadap Basusena dan warga Mandura. Kangsa menyampaikan maksud kedatangannya, yakni ia akan membalas kematian ibunya. Terjadilah perkelahian antara Kangsa dengan Basusena. Basusena kalah, lalu melarikan diri. Raja Basudewa dimasukkan ke dalam penjara. Gorawangsa datang bersama pasukan raksasa. Kangsa lalu menduduki tahta kerajaan Mandura.
Basudewa berhasil melarikan diri bersama dengan Badraini yang sedang hamil dan Kakrasana yang masih kanak-kanak. Perjalanan mereka terhalang oleh Bengawan Erdura. Bathara Sakra datang menolong dan menyeberangkan mereka. Basudewa diminta mengungsi ke kademangan Widarakandang. Sang Bathara memberi tahu bahwa kelak Badraini akan melahirkan dua anak. Anak-anak itu agar diberi nama Narayana dan Endhang Panangling. Setelah berpesan, Bathara Sakra menghilang, kembali ke Kahyangan. Kedatangan Basudewa, Badraini dan Kakrasana di Widarakandhang diterima oleh demang Antagopa dan isterinya. Di Widarakandhang Badraini melahirkan seorang bayi laki-laki dan dua orang perempuan, yang berkulit hitam. Sesuai pesan Bathara Sakra, Basudewa memberi nama kedua anaknya, Nayarana dan Endhang Panangling. Sedangkan Badraini memberi nama yang seorang lagi, Sumbadra. Tiga anak itu diasuh oleh Ki Antagopa dan Ni Sagopi.
(Sumber: Kandhaning Ringgit Purwa: P.CXX-CXXVIII)
(R.S. Subalidinata)
Langganan:
Postingan (Atom)