Blog'e Puspita Sastra Jawa 2012 :D

Lagu Dolanan

Kamis, 09 Januari 2014

cerita wayang

ANTAREJA TAKON BAPA / SUMBADRA LARUNG

Antareja adalah putera Werkudara dengan Dewi Nagagini puteri Batara Antaboga. Kini usia Antareja sudah cukup dewasa. Ia ingin mengabdi pada sudarmanya,ia ingin mengabdi pada ayahnya. Antareja berpamitan pada kakek dan Ibunya. Untuk menemui ayahnya di Indraprasta (Amarta).

Kakeknya membekali Air Prawitasari atau air kehidupan serta Aji Kawastraman.Sementara itu di taman Maduganda Kesatrian Madukara Dewi Wara Sembadra kedatangan tamu yang tak diundang. Buriswara putera Prabu Salya dari Mandaraka, tiba tiba saja sudah masuk di taman. Dewi Wara Sembadra, kaget sekali, apalagi , Dewi Wara Srikandi yang menjaga keselamatan para Istri Arjuna tidak ditempat. Dewi Wara Sembadra terus saja dirayu oleh Memang Burisrawa. sejak dahulu, sebelum Arjuna memperistri Dewi Wara Sembadra, Buriswara sudah mencintainya.

Sampai dengan hari ini pun masih mencintai. Buriswara makin lama makin kasar pada Dewi Wara Sembadra, Wara Sembadra tidak mau menanggapi. Wara Sembadra tidak mau melayani kemauan Buriswara, Ia lebih baik mati daripada tidak bisa mempertahankan kesucian wanitanya. Burisrawa menjadi brutal ,Buriswara mengeluarkan pusaka untuk menakut nakuti Dewi Wara Sembadra. Namun Dewi Wara Sembadra malah menu bruk keris itu, hingga tewas. Dewi Wara Sembadra terbunuh oleh Burisrawa.

Mengetahui Dewi Sembadra telah mati, Burisrawa menjadi ketakutan, ia segera bersembunyi di balik tanaman bunga yang gelap, ketika ada seseorang yang mendatangi tempat itu. Dewi Wara Srikandi mengetahui kematian Sembadra menjadi marah, ia mengejar pembunuhnya, karena gelap,ia tidak melihat dengan jelas, ada bayangan orang di dekat gerumbulan tanaman,Srikandi mengira mengira apakah ini patih Sucitra, dijawab oleh orang itu, ya, betul saya patih Sucitra, Srikandi terus berkata. Kok suaranya seperti Patih Surata, dan mendengar suara itu, juga orang itu membetulkan, kalau ia Patih Surata. Yakinlah Dewi Srikandi kalau ini orang luar yang baru saja membunuh Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Srikandi mengejar, bayangan orang tadi, dan berteriak ada maling, tetapi malingnya telah melompat pagar taman dan melarikan diri. Dewi Wara Srikandi segera memberitahukan kejadian ini kepada Arjuna dan keluarga semua.

Prabu Kresna meminta agar dapat mengetahui siapa pembunuhnya, maka Dewi Wara Sembadra harus dilarung di sungai. Dewi Wara Sembadara dilarung di sungai Yamuna. Gatutkaca ditugaskan Prabu Kresna untuk mengawasi keberadaan Dew Wara Sembadra.

Sementara itu Antareja yang sedang melakukan perjalanan lewat jalan dalam tanah, telah muncul di tengah sungai Yamuna. Sesampai diatas permukaan air, ia melihat jasad seseorang yang dilarung di sungai itu. Antareja bermaksud akan menghidupkan kembali orang tersebut. Ia segera mendekati jasad Dewi Wara Sembadra, Gatutkaca melihat ada seseorang yang menghampiri jasad Dewi Wara Sembadra, maka Gatutkaca segera menyerangnya dan terjadilah perkelahian.

Batara Narada datang memberitahu kalau keduanya masih bersaudara.Keduanya putera Werkudara. Oleh Antareja. wajah Dewi Wara Sembadra diperciki dengan air Prawitasari, Dengan kehendak Dewa, maka Dewi Wara Sembadara siuman kembali. Para keluarga senang melihat Dewi Wara Sembadra bangun kembali. Setelah siuman Dewi Wara Sembadra menceriterakan apa sebenarnya yang telah terjadi, hingga ia tewas. Antareja merasa geram, ia ingin membalas kejahatan Buriswara.

Dengan bekal pusaka kakeknya, Aji Kawastrawam, Antasena berubah menjadi Dewi Wara Sembadra. Iapun pergi ke kediaman Buriswara di Kerajaan Bahlika.. Dewi Wara Sembadra palsu ingin membersihkan rambut gimbal Burisrawa yang penuh kutu. Buriswara senang sekali ketika Dewi Wara Sembadra memberi perhatian padanya.Buriswara akan memberi hadiah kalau Dewi Wara Sembadra dapat kutu tiga, Buriswara dapat sotho, kalau dapat sembilan Buriswara dapat jotos, dari Dewi Wara Sembadra. Dewi Wara Sembadra palsu mendapat sembilan kutu, maka Dewi Wara Sembadra pun menjotos Buriswara, sehingga jatuh terlentang. Buriswara terkejut karena jotosannya seperti jotosan laki laki.

Setelah melirik kebelakang tahulah kalau yang ada dibelakangnya bukan Dewi Wara Sembadra tetapi seorang laki laki yang mirip Gatutkaca.Maka terjadilah perkelahian antara Buriswara dan Antasena. Buriswara melarikan diri ketakutan, dan Antarejapun kembali ke Indraprasta. Antareja Kemudian mence ritakankan segala sesuatunya pada ayahnya, Werkudara dan saudara saudara Para Pandawa. Antareja bahagia bisa bertemu dengan ayah dan para Keluarga Pandawa.

http://caritawayang.blogspot.com

cerita wayang


Kangsa Lahir


Raja Darmaji berusaha mencari mahkota Bathara Rama, lalu pergi ke kerajaan Dwarawati. Ketika raja Darmaji datang, raja Dwarawati, Ditya Kresna sedang dihadap oleh Patih Muksamuka, Murkabumi, Muksala, Karungkala dan Gelapsara. Ditya Kresna menyapa dan bertanya maksud kedatangan Darmaji. Raja Darmaji meminta mahkota Bathara Rama yang dipakai Ditya Kresna. Namun Ditya Kresna tidak mau memberikannya, maka terjadilah perkelahian. Raja Darmaji mati karena digigit, dan putus perutnya.

Angsawati, isteri pertama Basudewa, cemburu akibat kehadiran Ugraini dan Badraini. Ia berusaha membunuh mereka namun gagal. Pada suatu malam Angsawati bertemu dengan raja Gorawangsa yang menyamar sebagai raja Basudewa. Angsawati tidak mengira bahwa yang dijumpainya adalah Basudewa palsu. Namun Angsawati menyambut dengan senang hati. Pertemuan Angsawati dengan Basudewa palsu berkepanjangan, akhirnya Angsawati hamil. Raja Basudewa sungguhan tidak mengetahui hal itu. Ia tidak mengerti bahwa isterinya hamil karena Gorawangsa. Pada bulan ketujuh, raja hendak mengadakan selamatan. Sang raja dan para pegawai istana hendak berburu ke hutan. Basusena bertugas menunggu kerajaan.

Pada suatu malam Basusena berkeliling di istana. Waktu tiba di tempat tinggal Angsawati ia mendengar suara tamu pria di kamar. Setelah dilihat, nampak bahwa pria dalam kamar itu adalah Basudewa. Setelah Basusena lama memandang, Basudewa nampak seperti raksasa. Basudewa palsu diserang, terjadilah perkelahian. Basusena mengenakan senjata, lalu Basudewa palsu berubah menjadi Gorawangsa. Raksasa Gorawangsa lari kembali ke negara Jadingkik.

Basusena kembali ke hutan, melapor peristiwa yang terjadi di istana. Dikatakannya, Angsawati berbuat serong dengan raksasa. Raja Basudewa marah, Basusena disuruh membawa Angsawati ke hutan, untuk kemudian membunuh dan mengambil hatinya. Bila hati Angsawati berbau busuk berarti bayi dalam kandungan bukan anaknya, sedangkan bila berbau harum berarti bayi itu anak Basudewa.

Basusena menjalankan perintah raja Basudewa. Angsawati dibawa ke tengah hutan dan dibunuhnya. Hatinya diambil, dan setelah dicium ternyata berbau busuk. Basusena membawa hati itu kepada sang raja. Karena hati tersebut berbau busuk, raja percaya bahwa bayi dalam kandungan bukanlah anaknya.

Bathara Wisnu, Dewi Sri dan Bathara Basuki mengelilingi dunia guna mencari titisan raja Watugunung. Diketahuinya, raja Gorawangsa adalah titisan raja Watugunung. Maka Bathara Wisnu meminta Bathara Basuki agar menitis kepada raja Basudewa, untuk mengalahkan raja Gorawangsa. Bathara Wisnu kembali ke kahyangan. Kepada Bathara Guru, ia minta ijin untuk menitis ke dunia, untuk membunuh titisan raja Watugunung. Bathara Guru memberi ijin, dan memberi tugas kepada Bathara Wisnu untuk mengadu ayah melawan anak, mengadu sesama saudara. Namun Bathara Wisnu tidak boleh ikut berperang, hanya diperkenankan terlibat dalam pembicaraan.

Bathara Wisnu menerima tugas tersebut tetapi mengajukan permintaan. Permintaan itu ialah bagi mereka yang bermusuhan supaya diperkenankan naik ke surga, supaya dirinya diperkenankan duduk di dua belah pihak, dan supaya disertai Bathara Basuki untuk bersama menitis ke dunia. Bathara Guru mengabulkan permintaan tersebut, lalu menyuruh Bathara Narada agar keberanian Wisnu dijelmakan kepada Arjuna. Sedang Bathara Wisnu diminta menjelma menjadi putra Basudewa.

Bathara Wisnu turun ke dunia bersama Dewi Sri. Senjata Cakranya dititipkan kepada awan yang dijaga dua dewa. Bathara Wisnu berpesan, bahwa senjata itu hanya boleh diambil Narayana. Selain Nayarana, tidak seorang pun berhak mengambilnya.

Raja Basudewa telah mempunyai putra. Ugraini telah melahirkan anak laki-laki berkulit putih, titisan Bathara Basuki. Anak itu diberi nama Kakrasana. Bathara Wisnu dan Dewi Sri merasuk ke jiwa raja Basudewa. Saat mereka merasuk, Basudewa bermimpi melihat matahari dan bulan. Matahari dan bulan itu kemudian bersatu.

Anak Angsawati yang dibawa raja Gorawangsa diberi nama Kangsa. Setelah dewasa Kangsa menanyakan, siapa ibunya. Gorawangsa menjelaskan bahwa ibunya bernama Angsawati, isteri Basudewa raja Mandura. Tetapi ibunya telah meninggal dunia, dibunuh oleh Basusena atas perintah raja Basudewa. Mendengar penjelasan Gorawangsa itu Kangsa ingin membalas kematian ibunya. Gorawangsa berpesan agar Kangsa menemui pamannya yang bernama Arya Prabu, adik Angsawati. Kangsa meninggalkan Jadingkik menuju ke Mandura.

Di Mandura Kangsa menemui Arya Prabu, lalu menyampaikan maksud kedatangannya. Arya Prabu berjanji akan membantunya. Mereka berdua menghadap raja Basudewa yang sedang dihadap Basusena dan warga Mandura. Kangsa menyampaikan maksud kedatangannya, yakni ia akan membalas kematian ibunya. Terjadilah perkelahian antara Kangsa dengan Basusena. Basusena kalah, lalu melarikan diri. Raja Basudewa dimasukkan ke dalam penjara. Gorawangsa datang bersama pasukan raksasa. Kangsa lalu menduduki tahta kerajaan Mandura.

Basudewa berhasil melarikan diri bersama dengan Badraini yang sedang hamil dan Kakrasana yang masih kanak-kanak. Perjalanan mereka terhalang oleh Bengawan Erdura. Bathara Sakra datang menolong dan menyeberangkan mereka. Basudewa diminta mengungsi ke kademangan Widarakandang. Sang Bathara memberi tahu bahwa kelak Badraini akan melahirkan dua anak. Anak-anak itu agar diberi nama Narayana dan Endhang Panangling. Setelah berpesan, Bathara Sakra menghilang, kembali ke Kahyangan. Kedatangan Basudewa, Badraini dan Kakrasana di Widarakandhang diterima oleh demang Antagopa dan isterinya. Di Widarakandhang Badraini melahirkan seorang bayi laki-laki dan dua orang perempuan, yang berkulit hitam. Sesuai pesan Bathara Sakra, Basudewa memberi nama kedua anaknya, Nayarana dan Endhang Panangling. Sedangkan Badraini memberi nama yang seorang lagi, Sumbadra. Tiga anak itu diasuh oleh Ki Antagopa dan Ni Sagopi.

(Sumber: Kandhaning Ringgit Purwa: P.CXX-CXXVIII)
(R.S. Subalidinata)