Malam Midodareni
Salah satu urutan acara adat Pernikahan Jawa adalah Midodareni, ada beberapa urutan acara pada Malam Midodareni dan akan kami coba jelaskan satu persatu.
Dimulai dengan makna Malam midodareni itu sendiri, yaitu malam sehari sebelum pernikahan yang berarti malam terakhir bagi calon Pengantin Putri sebagai remaja putri dan juga bermakna memohon berkah kepada Tuhan YME agar proses akad pada keesokan hari berjalan lancar dan di percaya pada dahulu kala pada malam midodareni para bidadari turun dari khayangan dan turut memberi restu untuk pernikahan esok hari.
Pada malam midodareni ini Calon Pengantin Putri hanya di rias tipis tipis dan tanpa mengenakan perhiasan setelah sebelumnya telah di rias dan di kerik oleh perias setelah melakukan siraman.
Calon Pengantin Putri berdiam di kamar pengantin di temani oleh sesepuh dan kerabat putri, biasa nya para sesepuh memberikan wejangan yang berguna bagi kelangsungan hidup berumah tangga sang calon pengantin.
Berikut adalah rangkaian upacara yang berlangsung pada saat malam midodareni:
1. Sesrahan
Calon Pengantin Putra (CPP)bersama keluarga nya datang ke kediaman calon pengantin wanita (CPW) mengenakan busana Jawa beskap landung/ surjan( untuk adat Jogja) tanpa keris. Rombongan I ini membawa seserahan untuk CPW berupa barang kebutuhan seperti busana, alas kaki, kosmetik, buah buahan, makanan. Sesrahan tidak sama seperti peningset dan bukan suatu keharusan melainkan tanda kasih ikatan kekeluargaan. Sesrahan tersebut di serahkan oleh wakil dari pihak CPP kepada ibu CPW dan untuk selanjutnya di ke kamar pengantin
2. Tantingan
Pada acara ini, orang tua CPW mendatangi putri nya di kamar pengantin dan menanyakan mengenai kemantapan hati CPW untuk menikah pada keesokan hari. CPW akan menjawab kemantapan nya dan meminta kepada orang tua nya untuk di carikan sepasang kembar mayang untuk syarat pernikahan (upacara turun nya kembar mayang akan di jelaskan pada bagian tersendiri)
3. Jonggolan
Acara ini di artikan bahwa CPP menghadap calon mertua nya yaitu ayah CPW tujuan nya adalah untuk menunjukkan jika CPP dalam keadaan sehat dan mantap untuk menikahi putrid mereka esok hari. Selama jonggolan CPP menjalani Nyantri yaitu di beri nasihat dan wejangan dalm menjalani kehidupan rumah tangga. Petuah tersebut berupa Catur Weda (4 petunjuk) yang pada inti nya berisi tuntunan sebagai suami dan ayah, sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, sebagai masyarakat dan sebagai hamba Tuhan.
Pada malam Midodareni CPP tidak di perbolehkan untuk menemui CPW dan hanya boleh berada di beranda rumah dan hanya di suguhi air putih oleh ibu CPW
4. Upacara turun nya kembar mayang
5. Angsul angsul
Upacara Midodareni diakhiri dengan pamitnya CPP beserta keluarga nya sesuai beramah tamah dengan keluarga CPW. Ibu CPW memberikan angsul angsul atau bingkisan balasan yang di serahkan kepada CPP dan tak ada ketentuan khusus mengenai jumlah dan jenis bingkisan yang di berikan, Ayah CPP memberikan Kancing Gelung yaitu busana yang di alan di kenakan oleh CPP pad saat akad nikah esok hari.
Tambahan :
dijupuksaka : http://www.jogjatv.tv/berita/25/06/2013/tata-upacara-pengantin-adat-jawa-srah-srahan-midodareni
Menurut adat tradisi Jawa, dahulu srah-srahan atau peningsetan dilakukan dalam sebuah upacara tersendiri tetapi seiring perkembangan jaman upacara peningsetan disederhanakan menjadi satu dengan upacara midodareni. Sehingga dalam upacara midodareni berisi tiga hal, yaitu 1) calon pengantin pria nyantrik di tempat pengantin putri, 2) utusan menyerahkan ubarampe srah-srahan atau peningset, dan 3) utusan menyerahkan calon pengantin pria agar keesokan harinya dinikahkan dengan calon pengantin putri sesuai agama yang dianut.
Upacara midodareni dilakukan pada malam hari. Pada saat upacara ini calon pengantin putri wajahnya dirias agar terlihat cantik dan tidak diperbolehkan keluar kamar. Pada saat itu pula calon pengantin pria melakukan nyantri atau nyantrik untuk mengenal lebih dekat dengan keluarga calon pengantin putri. Upacara midodareni juga diisi tirakatan. Upacara nyantri hanya dilakukan semalam pada saat upacara midodareni. Hal ini berbeda dengan adat keraton pada jaman dahulu yang mengharuskan calon pengantin pria nyantri selama 40 hari di keraton untuk belajar agama dan adat keraton.
Upacara midodareni tidak lepas dari cerita mitos Dewi Nawangwulan dan Jaka Tarub. Pernikahan Jaka Tarub dengan Dewi Nawangwulan berakhir perpisahan karena kebohongan Jaka tarub diketahui oleh Dewi Nawangwulan. Kemudian Dewi Nawangwulan kembali ke kahyangan. Dirinya berjanji akan turun ke bumi kelak jika anaknya yang bernama Dewi Nawangsih menikah. Dengan demikian, upacara midodareni diambil dari cerita turunnya Dewi Nawangwulan untuk menemui anaknya pada saat upacara midodareni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar