Nakula, Sadewa: Sosok Luhur Pribadi Kembar Pewayangan
Dua kembar dunia pewanyangan Nakula dan Sadewa adalah sosok yang unik.
Meskipun secara fisik keduanya kembar identik akan tetapi keduanya
memiliki kepribadian yang berbeda. Nakula merupakan
sosok yang pendiam dan pemikir setiap hal yang dikerjakannya selalu
dipahami, ditelaah, dimaknai secara mendalam dan akan menyampaikan hasil
pemikirannya ketika dimintai pendapat saja. Berbeda dengan Sadewa yang
cerdas, lihai dalam berbicara maupun berpendapat dan merupakan komandan
yang baik dalam meningkatkan semangat senopati serta prajurit di medan
laga.
Keteladanan kepemimpinan yang patut di contoh adalah
kemampuan mereka memimpin Negeri Sawojajar bersama tanpa adanya
perebutan tahta. Negeri Sawojajar awalnya adalah milik jin kembar
bernama sapujagad dan sapulebu. Ketika bertemu dengan Nakula dan Sadewa,
jin Sapujagad dan Sapulebu merasa sudah waktunya mereka beristirahat
dan memilih jalan kematian karena telah bertemu dengan figur yang cocok
menggantikan mereka untuk memimpin sawojajar yang memiliki tanah yang
luas, aneka tanaman obat ( Nakula dan Sadewa memiliki pengetahuan
tentang obat-obatan), serta paling subur diantara wilayah Negeri Amarta.
Tidak hanya itu, Nakula dan Sadewa memperoleh hadiah berupa dua istana
peninggalan sapujagad dan sapulebu yang luas nan megah, disekelilingnya
rapi berdiri pohon sawo yang berjajar. Nakula menamai istananya sesuai
nama wilayah yakni Sawojajar, kemudian Sadewa menamai istananya dengan
nama Bumi Retawu.
Setia, kompak dan saling pengertian adalah
sifat yang patut menjadi inspirasi kehidupan bersaudara saat ini.
Mendapatkan kekuasaan, istana, tanah yang luas dan subur tidak serta
merta membuat kembar bersaudara ini saling berebut untuk mendominasi
satu dengan yang lain. Bahkan, wilayah Negeri Sawojajar pun tidak juga
langsung dibagi dua seperti jalan pemikiran masyarakat modern sekarang.
Mereka berdua memiliki visi dan misi yang jelas untuk menjadikan Negeri
Sawojajar berkembang tanpa harus membagi dua, pepatah satu kapal dua
nahkoda tidak berlaku bagi mereka. Di hadapan rakyatnya keduanya selalu
bersinergi dan kompak dalam setiap pengambilan keputusan. Sadewa yang
merasa lebih muda apabila merasa ada hal yang sulit untuk ia putuskan
selalu berkonsultasi dan menyerahkannya kepada Nakula. Demikian juga
Nakula yang merasa memiliki kekurangan dalam hal komunikasi maka, setiap
keputusan yang diambilnya akan disampaikan oleh Sadewa kepada
masyarakatnya. Sinergi antara pemikir dan peng-komunikasi yang sangat
solid.
Hubungan persaudaraan yang erat juga mereka tunjukkan
terhadap tiga saudara yang lain, Yudhistira, Bima, dan Arjuna. Meskipun
berbeda ibu, mereka berdua selalu taat dan patuh terhadap kakak-kakak
mereka. Hal ini terlihat ketika Yudhistira mempertaruhkan Amarta dalam
jebakan main dadu dengan kurawa, meskipun ada rasa tidak puas akan
tetapi mereka menghormati keputusan Yudhistira, sekaligus sebagai
hukuman karena kalah main dadu, keduanya juga ikut bersama pandawa
lainnya untuk menjalani pembuangan selama 13 tahun dan penyamaran selama
2 tahun.
Kesetiaan terhadap persaudaraan juga ditunjukkan
ketika Perang Bharatayuda di tegal Kurusethra. Mereka pun rela berperang
bersama menghadapi paman mereka sendiri yakni kakak dari Dewi Madrim,
Prabu Salya. Hingga akhirnya Prabu Salya pun meninggal dan berwasiat
kepada Nakula untuk menggantikan takhta Prabu Salya di Negeri Mandraka
karena Prabu Salya tidak memiliki Putra kemudian Sawojajar sepenuhnya
diserahkan kepada Sadewa.
Berlanjut hingga akhir cerita
Mahabharata, Nakula dan Sadewa ketika menginjak usia lanjut mereka setia
untuk ikut serta bersama kakak-kakaknya dan Dewi Dropadi untuk
melakukan perjalanan ke Utara mendaki tingginya Pegunungan Himalaya
untuk meninggalkan duniawi setelah seluruh takhta Negeri milik Pandawa
diserahkan kepada satu-satunya keturunan Pandawa yakni Parikesit cucu
dari Arjuna karena seluruh keturunan Pandawa gugur waktu perang
Bharatayuda. Mereka dengan penuh keteguhan hati bersama kakak-kakak
mereka dan Dropadi mendaki gunung yang sangat tinggi dan terjal padahal
waktu itu kesaktian seluruh pandawa telah menghilang sehingga mereka
harus berjalan kaki dan membuang seluruh senjata pusaka dari para dewa.
Sekarang, bagaimana kehidupan modern sekarang ini sangatlah jauh
berbeda dengan filosofi kehidupan yang dianut Nakula dan Sadewa. Berebut
harta bahkan sampai saling gugat menggugat di ranah hukum padahal
saudara sekandung. Nakula dan Sadewa mengajarkan serta menginspirasi
kepada kita semua cara hidup bersaudara. Kisah hidup pewanyangan yang
patut dicontoh oleh masyarakat masa kini dan pemimpin saat ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar