TARI SERIMPI
Dahulu Tari Serimpi Yogyakarta diperuntukan hanya untuk masyarakat istana Yogyakarta, dilakukan pada saat menyambut tamu kenegaraan atau tamu agung. Dalam perkembanganya, Tari Serimpi Yogyakarta mengalami perubahan, sebagai penyesuaian terhadap kebutuhan yang ada di dalam masyarakat saat ini. Salah satu penyesuaian yang dilakukan yakni pada segi durasi. Srimpi, versi zaman dahulu dalam setiap penampilannya bisa disajikan selama kurang lebih 1 jam. Sekarang, untuk setiap penampilan di depan umum [menyambut tamu negara], Tari Serimpi Yogyakarta ditarikan dengan durasi kurang lebih 11-15 menit saja dengan menghilangkan gerakan pengulangan dalam Tari Serimpi Yogyakarta.
Konon, kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah antara 1613-1646. Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan naik takhta sultan. Pada 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta. Perpecahan ini juga berimbas pada tarian Serimpi walaupun inti dari tarian masih sama. Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Sedangkan di Kesultanan Surakarta digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan. Walaupun sudah tercipta sejak lama, tarian ini baru dikenal khalayak banyak sejak 1970-an.
- Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia, yaitu : Grama (api), Angin (udara), Toya (air), dan Bumi (tanah). Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, tari Serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, antara akal manusia dan nafsu manusia.
- Tema perang dalam tari Serimpi, menurut RM Wisnu Wardhana, merupakan falsafah hidup ketimuran. Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbolik pertarungan yang tak kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan. Bahkan tari Serimpi dalam mengekspresikan gerakan tari perang lebih terlihat jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan dibantu properti tari berupa senjata. Senjata atau properti tari dalam tari putri antara lain berupa : keris kecil atau cundrik, jebeng, tombak pendek, jemparing dan pistol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar