Garjendramuka
Negara Ragastina adalah negara besar. Wilayahnya luas dan pasukannya kuat. Yang
menjadi raja bernama Prabu Garjendramuka. Raja Garjendramuka berwujud aneh.
Dari leher sampai kaki adalah manusia. Sedangkan kepalanya kepala gajah.
Mungkin hal tersebut menjadi perlambang bahwa Prabu Garjendramuka. menempatkan
binatang gajah sebagai sumber kekuatan dan kesaktian. Ia membangun negaranya
menjadi besar dan kuat, laksana gajah. Gelar Patih kerajaan dan para panglima
perang juga memakai nama serba gajah, yaitu : Patih Watu Gajah, panglima perang
Gajah Oya dan Liman Benawi (liman = gajah). Yang aneh lagi adalah penasehat
raja wujudnya gajah, bernama Gajah Antisura. Karena kebesarannya negara
Ragastina disegani oleh kawan dan ditakuti oleh lawan.
Ada pepatah mengatakan bahwa semakin tinggi sebuah pohon akan semakin tinggi
pula pula angin menerpa. Demikian juga yang dialami Prabu Grajendramuka,
semakin banyak orang segan dan takut padanya, ia justru semakin arogan.
congkak, sombong dan memandang rendah kerajaan-kerajaan lain.
Pada suatu hari Sang Raja tidak bisa mengendalikan lagi hasratnya untuk
memperisteri Bathari Reguwati, putri Batara Siwah di kahyangan Sela Gumilang.
Dengan kesaktiannya, Prabu Garjendramuka berhasil menculik Batari Reguwati dan
disembunyikan di negara Ragastina. Batara Siwah cemas dan sedih atas hilangnya
putri kesayangannya. Segera ia meninggalkan kahyangan Sela Gumilang pergi
mencari putrinya yang hilang tak tahu rimbanya.
Kesewenang-wenangan Prabu Garjendramuka semakin menjadi-jadi. Setelah berhasil
menculik Batari Reguwati, ia menuju Kahyangan Paranggudadi di dasar samodra,
menemui Batara Baruna untuk meminta pusaka Bokor Inten yang berisi Wedi
Retnojumanten. Karena tidak diperbolehkan, Prabu Garjendramuka mengambil paksa
pusaka tersebut yang disimpan di kancing gelung Batara Baruna. Batara Baruna
merasa malu atas perlakuan yang tidak hormat. Maka keluarlah kutuk dari mulut
Batara Baruna bahwa Bokor Inten yang berisi Wedi Retno jumanten tidak akan
membawa bahagia, tetapi sebaliknya. Prabu Garjendramuka akan binasa dengan
semua kebesarannya.
Sementara itu Batara Siwah yang mencari puteri kesayangannya, sampailah di
hutan Cebokcengkiran. Tanpa sengaja Batara Siwah menemukan Bambang Gutama yang
sedang bertapa. Keduanya saling membuka pembicaraan. Batara Siwah mengatakan
bahwa ia sedang mencari putrinya, yaitu Batari Reguwati yang hilang. Siapa pun,
tanpa kecuali yang dapat menemukan Batari Reguwati akan dikimpoikan dengannya.
Bambang Gutama juga mengatakan bahwa tujuannya ia bertapa adalah untuk memohon
isteri bidadariuntuk pendamping hidupnya.
Gayung pun bersambut, Bambang Gutama menyanggupi untuk mencari dan menemukan
kembali Batari Reguwati. Atas kesanggupan Bambang Gutama, Batara Siwah
memberikan pusaka yang bernama Jungkat Penatas, untuk sipat kandel agar Bambang
Gutama berhasil menemukan dan meyelamatkan Batari Reguwati.
Kisah selanjutnya Bambang Gutama dapat menemukan Dewi Reguwati yang
disembunyikan di Taman Ragastina. Sang Batari Reguwati dijaga ketat oleh tiga
bersaudari, adik dari Prabu Garjendramuka, yang bernama: Dewi Leng-leng Ndari,
Leng-leng Agi dan Leng-leng Adi. Bambang Gutama mengutarakan bahwa
kedatangannya menemui Batari Reguwati diutus oleh Batara Siwah untuk
membebaskannya dari cengkeraman Prabu Garjendramuka.
Batari Reguwati gembira. Dengan mata berbinar senang, tanpa rasa canggung,
tangan Bambang Gutama dipegangnya erat-erat. Walau tanpa sepatah kata pun,
Bambang Gutama dapat menangkap kehendak Batari Reguwati, bahwasannya ia telah
mempercayakan diri dan pasrah sepenuhnya kepada Bambang Gutama.
Walaupun Dewi Reguwati sudah berada di depannya, tidak mudah bagi Bambang
Gutama untuk membebaskan dan membawanya pergi. Dikarenakan Prabu Garjendramuka
telah mendapat laporan dari para saudarinya bahwa ada duratmaka, pencuri yang
masuk di taman keputren dan ingin membawa pergi Batari Reguwati
Maka sebelum Bambang Gutama bertindak Prabu Garjendramuka menghadang di
depannya. Setelah saling bersitegang, sebentar kemudian keduanya terlibat dalam
pertempuran. Keduanya sama-sama sakti. Karena tidak ada yang menang dan tidak
ada yang kalah, Bambang Gutama mengeluarkan senjata Jungkat PeƱatas pemberian
Batara Siwah. Prabu Garjendramuka mulai terdesak. Dan ketika ia lengah senjata
Bambang Gutama berhasil melukai Prabu Garjendramuka dan ambruklah ia di medan
perang. Ia merintih kesakitan. Batari Reguwati mendekatinya. Prabu
Garjendramuka mohon untuk disempurnakan. Batari Reguwati menyanggupinya,
asalkan ia mengembalikan pusaka Bokor Inten yang berisi Wedi Retnojumanten yang
diambil paksa dari kancing gelung Batara Baruna.
Apa mau dikata, walaupun rasa angkara masih mencengkeram hatinya, raganya tak
kuasa lagi menyangga. Batari Reguwati melepaskan kerisnya ke tubuh Prabu
Garjendramuka menyusul senjata Bambang Gutama.
Kematian Prabu Garjendramuka diikuti oleh kematian Patih Watu Gajah, Antisura,
Gajah Oya, Liman Benawi, Dewi Leng-leng Ndari, Dewi Leng-leng Agi dan Dewi
Leng-leng Adi.
Keelokan terjadi, bersamaan dengan kematian Prabu Garjendramuka, para pengikut
dan saudaranya, negara Ragastina hilang dan berubah menjadi hutan.
Kelak jika sudah sampai pada waktunya, hutan tersebut akan di babad dan di
atasnya didirikan Negara besar. Nama dari negara itu adalah Hastinapura yang
artinya pura gajah, atau juga disebut Liman Benawi. Nama wilayahnya juga
memakai nama-nama Gajah seperti misalnya: Kadipaten Gajah Oya, Pakuwon Watu
Gajah dan taman Kadilengleng.
Entah disengaja atau tidak, nama-nama tersebut sepertinya memunculkan kembali
kebesaran Prabu Garjendramuka yang telah lama tenggelam dari sejarah belantara
kehidupan.
Apakah itu suatu pertanda bahwa watak angkara dari Prabu Garjendramuka tidak
akan pernah mati dan akan muncul kembali di negara baru yang bernama
Hastinapura?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar